Lembang : New Zealand Van Java (Part 1)
“Gaes . . . Kita lagi di Bandung
nih” Erice ngevlog entah buat siapa yang seketika wajah dari pasukan malu-malu mau
memenuhi layar kamera dengan senyum semanis-manisnya. Blablabla ….. Erice melanjutkan gambaran apa yang sedang
dilakukannya diiringi cengar-cengir anak-anak lainnya. Dimana pun tempatnya
akan selalu ada Erice ngevlog dengan blablabla…. Entah untuk siapa.
Jadi gaes pada akhir pekan kedua
bulan Desember di tahun 2017 terwujudlah cita-cita mulia dari admin media
sosial RT backpacker Jakarta untuk melangkah bersama dalam satu perjalanan
mencari kitab suci ke Barat. Perjalanan yang sudah direncanakan sejak lama…. ( “Lama”nya dibaca panjang hingga 15
detik) sekali ini akhirnya pecah telur dan trip pertama admin medsos RT
backpacker Jakarta ini berlabuh pada New Zealand-nya Bandung, Lembang.
Awal perjalanan dimulai dari
niat. Niatnya yang bawa perjalanan ini Neng Fitri dan Dody Senjaya adalah semua
admin bisa ikutan, yang kalo dijumlahin bisa buat lawan tawuran sama anak STM,
tapi ya namanya juga rencana ya, yang bisa hadir hanya sebagian krenyesan pisang
goreng yang jatuh di bawah kolong meja, sedikit dan terabaikan. Oke abaikan.
Satu persatu anak-anak yang udah
dapat ijin orangtua ini berdatangan ke sekretariat BPJ yang dijadikan sebagai
titik temu. Pertama saya temukan Isye, Ase, Bang Acho dan Kiwid di dalam ruang
sekretariat dengan kesibukan masing-masing (you know kids jaman now, lebih
nyaman dan sibuk megang ponsel daripada megang tangan kekasih, eh). Kedua saya langsung
cari makan setelah salam-salamin mereka yang di dalam dan saat keluar ruang sekretariat
datanglah Dek Keiko yang juga merasakan hal yang sama, Lapar. Jadilah saya dan
Keiko keluar untuk makan dan kita berdua makan sate ayam, yang ini gak usah
diceritain ya karena satenya enak, porsinya banyak, dagingnya lembut,
lontongnya empuk, sambel kacangnya gurih, teh tawarnya nikmat, dan harganya pas
dikantong. Fix gak usah diceritain.
Setelah berbincang penuh
gunjang-gunjing di tempat sate, saya dan Dek Kei kembali ke sekretariat yang
ternyata sudah penuh dengan kehadiran Dody tetttt… meracuni keimanan. Azis gak
pake gagap. Eris & Rahma yang lagi pedekate. Bang Tri dan kekasihnya. Menyusul
Citra bukan Hand body lotion bersama Turis Jawa. Agus yang ulang tahun di bulan
Desember. Dan Aldy dan Macil yang asyik berbincang di luar sana yang tak pedulikan sajian
martabak manis yang memikat hati. Jadi semua sudah hadir di tempat, tinggal
menunggu kehadiran pak supir yang sedang
bekerja, mengendarai Elf supaya lancar jalannya. Hey…..
Setelah makan sepotong martabak, saya
dan lainya bergegas menaiki Elf, saya memilih duduk di bangku barisan ketiga
ditemani Rahma dan Citra. Di depan saya ada Bang Acho, Kiwid dan dek Kei. Paling
depan duduk Dody dan Agus menemani pak Supir. Ada Bang Tri dan kekasihnya juga
Ase yang duduk dibelakang bangku saya. Mundur lagi ada Azis, Isye dan Turis
Jawa. Duduk dibagian paling belakang Aldy dan Macil. Dengan memanjatkan doa
menurut agama dan kepercayaan masing-masing kita berangkat menuju Lembang
menjemput neng Fitri.
Tak banyak yang saya ingat dalam
perjalanan selain ngantuk, lapar, Citra yang lelap bersandar dibahu saya dan
celoteh Turis Jawa di belakang sana. Saya mencoba kembali tidur setelah
menenangkan cacing di perut dengan makan 1 buah apel dan itu cukup membantu
sampai bertemu dengan Neng Fitri di depan Indomaret yang katanya satu-satunya Indomaret
yang buka 24 jam. Kemudian Elf melanjutkan perjalanan menuju gunung Putri. Diam-diam
dipojokan belakang Aldy dan Macil sudah mempersiapkan diri mereka sekeceh
mungkin untuk bertemu Putri, si pemilik gunung.
Gunung Putri Lembang (Maps)
Ketika Elf terparkir sempurna,
seisi mobil langsung berhamburan keluar macam anak ayam lepas dari kandangnya.
Ada yang langsung menuju toilet, ada yang merenggangkan pinggang, ada yang
menatap wajah kekasihnya, ada yang beribadah, ada yang masih gontai dalam wajah
kantuk dan ada juga yang lirik sana lirik sini mencari ganjelan perut semisal
kue serabi.
Setelah semuanya sadar seuntuhnya,
mulailah melakukan pendakian menuju puncak gunung Putri. Aldy dan Macil semakin
degdegan untuk melihat rupa dari si pemilik gunung, Putri. Maka dengan menempuh
pendakian yang tak kurang dari 10 menit tibalah kita pada kedamaian Lembang di
waktu pagi. Tembok perbukitan kokoh menjadi pagar Lembang, kawasan penduduk berselimut
hamparan kabut dan awan yang perlahan menipis mengikuti cahaya mentari pagi
yang mucul dari balik gunung Sunda. Siapa pun yang berada di sana akan terpesona
dengan cantiknya kehidupan pagi yang baru saja dimulai di Lembang. Tak ayal
semua langsung jeprat-jepret mengabadikan moment di sana.
Belum selesai di situ pesona yang
disuguhkan oleh gunung Putri, sedikit mendaki lagi ke puncak dengan waktu
sekitar 10 menit kita akan mendapati jalan yang indah dijadikan latar bersefie
ria, jalan setapak menanjak dengan di pagari pohon cemara di kira dan kanannya,
dan ketika sampai di puncak, siapa pun akan memuji kebesaran Sang Pemilik
Semesta.
Satu jam setengah berlalu, kita
kembali ke parkiran dan menaiki Elf menuju pasar dengan tujuan tak lain tak
bukan adalah mengisi kekosongan perut yang sudah bergejolak sedari tiba di
gunung Putri. Inilah waktu yang saya nanti-nanti mencicipi serabi seribuan yang
dijanjikan neng Fitri. Alhamdulillah, serabinya cukup buat ganjelan menunggu
pesanan bubur ayam tersaji mengingat tempat bubur yang kita datangi cukup ramai
sama pelanggannya. Nilai untuk bubur ayamnya saya kasih angka 8 karena enak dan
harganya meriah, hanya Rp 12.000 untuk satu porsi penuh dengan potongan telur
rebus.
Observatorium Bosscha (Maps)
Kembali bertenaga kembali
melanjutkan langkah. Tujuan selanjutnya adalah Observatorium Bosscha. Ketika Elf
mulai melaju Aldy dan Macil langsung excited, tak sabar untuk meneropong
bintang kehidupan mereka, naluri kesendirian membawa kedua larut dalam
pencarian, setelah gagal menemukan Putri di gunung kini harapan mereka kembali
bangkit dengan memasang mata penuh keyakinan menuju teropong raksasa yang
dimiliki negeri ini.
Dalam langkah menuju pintu masuk
observatorium Boscha saya berbincang riang bersama Neng Fitri, menggali
kegelisahan si eneng akan sukarnya menjaga kelestarian sejarah yang ada di
tanah kelahirannya Lembang. Berbagai upaya ia lakukan untuk mengajak para
generasi penerus agar peka terhadap potensi yang ada di Lembang, memperlihatkan
kearifan local pada dunia untuk kesejahteraan masyarakat Lembang itu sendiri.
Ada banyak hambatan yang menghadang dan kesulitan yang ia lewatin namun lebih
banyak semangat dan niat tulus yang ia miliki. Eneng percaya pada waktunya
segala hal yang ia usahakan akan berbalas lebih dari harapan karena tak ada
usaha yang sia-sia. Dan yakinlah akan karma, datang diwaktu yang tepat. Obrolan
pun berakhir di depan pembelian tiket masuk, Neng Fitri membeli tiket sedangkan
saya sendiri mencuci muka lalu bergabung dengan yang lainnya yang sudah berada
di depan bangunan Bosscha.
Sekitar satu jam menunggu masuk
ke dalam observatorim pukul 10.45 WIB kita semua berfoto ala-ala memanfaatkan
latar bangunan gedung itu sendiri. Ada yang belagak bak model, ada yang berfoto
ala-ala sepasang kekasih, ada yang berfoto dengan gaya absurd, ada yang tiduran
di bawah pohon, ada yang bermesraan, ada yang baperan, dan ada yang mengunyah
rumput menahan lapar. Dan sambil menunggu baca ringkas sejarah tentang
observatorium Bosscha di bawah ini :
Oservatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht)
dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau
Perhimpunan Bintang Hindia Belanda. Pada rapat pertama NISV, diputuskan akan
dibangun sebuah observatorium di Indonesia demi memajukan Ilmu Astronomi di
Hindia Belanda. Dan di dalam rapat itulah, Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang
tuan tanah di perkebunan teh Malabar, bersedia menjadi penyandang dana utama
dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong bintang. Sebagai
penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka
nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini.
Pembangunan
observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun
1923 sampai dengan tahun 1928.
Publikasi
internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun
kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang
Dunia II. Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada
observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium
dapat beroperasi dengan normal kembali.
Kemudian pada
tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah
RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959,
Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat itu,
Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi
di Indonesia. (sumber : https://bosscha.itb.ac.id/id/index.php/tentang-bosscha/sejarah-observatorium-bosscha/)
Pukul 10.45 WIB pun tiba tanpa ada bebunyian bel seperti jam masuk
kelas, kita semua masuk ke dalam gedung dengan teteh cantik yang menuntun kita
pada sejarah ringkas Observatorium Bosscha, memperkenalkan fungsi
teropong-teropong di sana, menunjukkan betapa canggihnya alat dan struktur
bangunan gedung itu sendiri yang membuat saya melupakan rasa lapar. Tapi jujur
selama si teteh menjelaskan ini itu saya benar-benar kagum dengan Observatorium
Bosscha.
Usai menyerap pengetahuan sejarah teropong bintang terbesar yang
dimiliki Indonesia, kita semua meluncur ke tempat penginapan namun sebelumnya
melimpir dulu ke tempat makan karena semuanya sudah merasa lapar yang tak
tertahankan.
Skip cerita
di tempat makan yang cukup menguras kantong. –
Tiba di penginapan kita semuanya melepaskan lelah dengan
merebahkan diri di kasur empuk namun ada sebagian yang membersihkan diri untuk
mandi. Ceritanya leye-leye time, namun dek Keiko sibuk meracik masakan untuk
liwetan, ada yang update status di media sosial, masih ada yang galau namun
lebih banyak yang berhaha-hihi menertawai kelakuan masing-masing, kecuali Aldy
dan Macil yang asik berdua saja, saling menyemangati atas kegagalan menemukan
bintang kehidupan mereka di Observatarium Bosscha.
Aslinya mager dari leye-leye time, malas beranjak keluar dengan
cuaca mendung disertai gerimis yang makin membuat udara semakin dingin, namun
masih ada itinerary memetik buah ke kebun strawberry dan berpuas diri makan
strawberry sepuasnya. Mendengar kata makan sepuasnya saya pun bangkit dan
berdiri menyemangati yang lain untuk bergegas ke kebun strawberry. Dan yes
semuanya melangkah dengan gontai dan sesampai di sana kita kurang beruntung
karena buahnya baru diberi obat jadinya buahnya yang mengantuk, lalu buahnya tertidur,
jadinya kita tak boleh memetik buah yang tertidur lelap. Yah sudah kita hanya
berfoto saja kemudian kembali ke penginapan dan berjanji akan kembali besok
pagi saat buah strawberrynya sudah terjaga.
Malam tiba, udara semakin dingin namun kebersamaan kita semakin
hangat saat menyantap makan malam bersama dengan menu liwetan hasil masakan Dek
Kei, Neng Fitri, Isye dan kekasihnya bang Tri. Duduk paling awal dan beranjak
pergi paling akhir dari tempat makan, coba tebak siapa?
Melewati malam obrolan bergulir dari satu topik ke topik lainnya, membahas
inti dari perjalanan jauh ini, berbagi saran dan pendapat, mengeluarkan
unek-unek, dan tetap tertawa. Satu moment yang menciptakan kebersamaan satu
sama lain, moment yang mungkin sulit di dapat dari perjalanan lainnya. Makin malam
makin panjang celoteh-celoteh receh penuh informasi. Turis Jawa yang memberikan
pengalamannya bagaimana miliki akun instragram dengan banyak followers dan sang
selebgram Dody Senjaya yang banyak memberikan masukan cara mengelola akun media
sosial yang baik agar tidak hanya sekedar sebagai gallery foto namun bisa dimanfaatkan
untuk mendapatkan keuntungan dengan menjadikan akun tersebut menjadi sebuah
bisnis. Saya menyimak dengan khidmat sambil menikmati sajian jagung rebus dan
ubi rebus.
Jelang tengah malam, semua mengistirahatkan kata. Merebahkan diri,
menarik selimut, merapalkan doa dan memejamkan mata kecuali Dody yang masih
sibuk dengan laptop dan pekerjaannya. Selamat malam Lembang. Zzzzzzz . . .
Next Story Part 2
Komentar
Posting Komentar