Bepergian dan Pergi

Dek, sebentar saja ku minta waktumu untuk ku jelaskan apa itu pergi dan bepergian, biar suatu kelak kau mengerti seperti apa rasanya merindu.

Sejauh apa pun tujuannya aku selalu membawamu di tiap-tiap langkah ku. Kau minta atau tidak aku mengawalinya dengan pamit, menunjukan arah kemana aku akan menghabiskan waktu tanpa mu. Kau tahu, tanpa mu itu bukan satu hal yang buatku nyaman. Ingin ku adalah kau selalu ada disamping ku namun itu tidaklah mungkin, kau juga punya dunia selain aku. Tapi itu bukan masalah, teknologi memudahkan aku memberitahu mu apa pun selagi aku tanpamu. Dan itulah gunanya teknologi yang melahirkan banyak macam alat komunikasi yang tiada lain untuk menekan pertumbuhan rasa rindu dan memperpanjang umur suatu hubungan. 

Dari banyaknya macam perihal sampai jenis kabar-kabar basi tersampaikan olehku lewat ponsel yang tertidur hangat di dalam saku. Kepadamulah batre ponsel ini menyusut hingga memerah. Ah agaknya aku terlalu hiperbola tentang habisnya daya ponsel ku. Aku hanya ingin mengabarimu dan sepertinya aku terlalu kejam, ya karena kadang aku menangkap pesanmu nampak terlalu lelah dengan mendapatkan balasan-balasan yang seadanya. 

Rindu adalah dimana ponsel itu selalu menetap di dalam saku,
Rindu adalah sebab kabar-kabar basi itu terkirim,
Rindu adalah mengapa bepergian itu harus secepatnya kembali,
Rindu adalah tumpukan segala rasa tentang kamu,
Dan merindumu adalah penyakitku.

Sayangnya ketika penyakitku tak kau obati dengan baik artinya aku harus pergi.

Pergi ku, walau hanya selangkah tak akan ku bawa apa pun tentang kamu.
Pergi, ku bawa diriku sejauh-jauhnya perjalanan, melepaskan segala rasa yang pernah ada, meninggalkan semua ingatan tentang kamu.
Pergiku, suatu kelak kau akan tahu rasanya merindu dalam setia.

Entahlah apa artinya setia bagimu? 
Ada yang bilang setia adalah kesendirian. 
Ia tidak menuntut disapa, rindu berbalas, dan tidak menyusahkan siapa pun.
Sedang kepergian itu meninggalkan luka, baik secara diam-diam atau pun berpamitan. 

Lagi aku berlaku terlalu kejam dengan memilih untuk pergi tapi kau jangan khawatir karena aku tak terlalu yakin apakah kau mengkhawatirkan kepergianku. 

Pertama, kita tidak pernah menyebutkan secara jelas seperti apa hubungan yang terjalin antara kamu dan aku, berjalan begitu saja. Namun akan seperti apa hubungan kita nantinya selalu terpikirkan olehku pasca suatu malam kau terjaga sedangku tak dapat memejamkan mata. Aku selalu memikirkan bagaimana caranya membuatmu nyaman ditengah ketidaksengajaan hadirnya diriku dalam kehidupanmu. Entahlah, apakah ini boleh dijadikan sebuah alasan tepat kenapa aku memilih denganmu. Kau datang dengan segala cerita kehidupanmu, juga perhatianmu yang kemudian buatku ingin mendekap erat dirimu tanpa sebuah alasan. Begitu saja.

Kedua, kau sempat berucap sayang dan itu cukup buatku untuk betah menjalani hari denganmu. Ini mungkin terlalu berlebihan, walau hanya sekali terucapmu aku selalu menanamkannya di pagi dan malamku. Tumbuh subur, sesubur perhatianku yang rasanya terlalu berlebihan dan itu nampak tak cukup membuatmu nyaman.

Ketiga adalah tentang bepergian dan pergi. Sepulangnya aku dari bepergian, kau seperti sedang berencana pergi. Perlahan menjauh, membuat jarak, dan entah. Maaf dan terima kasih adalah caramu menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah aku tanyakan padamu. Kau buatku tidak mengerti, bagian mana lagi yang harus ku mengerti dari mu. Kau tidak seperti dirimu lagi.

Dek, suatu kelak kau akan mengerti bagaimana rasanya merindu. Sementara kau memahaminya bersama waktu-waktumu, aku memilih pergi milyaran langkah untuk menghapus kalimat aku merindukan kamu yang dulu. 

Postingan Populer