Senja di Bola Mata Hasan

Sejujurnya Hasan ingin sekali terlepas dari Maimunah. Betapa tidak, sekian lama mereka bersama tak pernah sekalipun Maimunah berucap rindu. Hasan tidak menuntut apapun sebab ia bukan  seorang yang romantis, ia tak mementingkan ucapan-ucapan manis, namun entah kenapa pada sekali waktu ia sangat ingin mendengar kata rindu keluar dari ucapan Maimunah.

“Mai, tak pernahkah terbesit rasa rindu dihatimu?” Terucap oleh Hasan disuatu petang kala menemani Maimunah bersolek. Dari cerminnya, Maimunah mengintip pandang ke arah Hasan, ia menghentikan gerak tangannya yang sedang menyapu bedak pada pipi sebelah kanan. Bunyi gerak jarum jam dikamar itu menjadi latar, Maimunah kembali memoles bedak, kali ini pada bagian pipi sebelah kirinya. Setelah dirasa cukup ia meletakan alat bedaknya dan menggantikannya dengan gincu. “Entahlah. Aku kerap memikirkanmu. Dikepalaku hanya ada kamu dan bagaiamana cara kita seharusnya bahagia. Apakah itu termasuk rindu?”. Hasan membuka jendela kamar, berharap angin segar langsung memenuhi ruang tersebut, terutama ruang dikepalanya yang dirasa sudah sangat sempit. “Panjang jawabanmu Mai, cukup kau bilang saja pernah atau tidak” gumam Hasan dalam hati. Maimunah tersenyum puas dengan hasil lipstiknya yang senada dengan warna langit di dalam kedua bola mata Hasan. Magrib datang pertemuan itu usai saat adzan berkumandang.

Telah datang malam  dan larutnya. Maimunah bersandar pada bantal yang ditinggikan. Dalam gelap ia membuka mata dan menarik sesuatu untuk menutupi tubuh. Rindu, dikepalanya hanya ada wajah lelaki yang bernama Hasan. Seorang yang tidak pernah menuntut, berbudi baik, berpendidikan dan layak  dijadikan contoh lelaki idaman oleh wanita sekampung. Tapi dan entah, Hasan tidak memilih satu pun diantara mereka, bahkan Sari si kembang desa. Rindu, Maimunah memiringkan letak tubuhnya kearah jendela, dari cokelat muda matanya nampak bulatan kecil nan terang cahaya bulan di musim kemarau. Sinarnya membuat ia lama terpaku yang tanpa disadari Suparman sudah kembali meluncuti apa pun yang menutupi tubuhnya, kini Maimunah berselimut deru nafas Suparman. Lagi, Maimunah merasakan kehangatan yang selalu diidamkannya namun ia juga rindu dengan lelakinya, Hasan. Dalam gelap pacuan nafas  perlahan mengencang,  menyeruakan aroma manis  musim kemarau. Maimunah luluh, tak pernah mampu untuk melepas genggaman tangan Suparman. Maimunah mencintai Suparman juga merindukan Hasan. Maimunah menginginkan dunia selain Hasan, Maimunah memilih bermalam dalam pelukan Suparman.

Dibawah terang cahaya bulan yang tinggal sebentar, Hasan berjuang melawan dinginnya air sungai yang menyentuh seluruh bagian tubuhnya tanpa terkecuali. Hasan mengangkat dirinya dari sungai kecil dan kembali dalam keadaan suci bersama gema bedug subuh. Suaranya nyaring dalam senyap, alarm wajib ini membangunkan lelap warga dan satu persatu nyala lampu menerangi rumah-rumah ditepian sungai. Bagi Hasan yang matang, ini adalah subuh yang tak ia harapkan : Kasurnya basah sebab Maimunah.

Pagi berjalan dengan rutinitas turun temurun dari kampong Batu Licin.  Tidak ada yang berubah ataupun yang mengubah segala hal disana. Hasan masih menapaki jalan yang sama dengan tujuan yang sama, sekolah dasar dimana ia dikenal sebagai siswa teladan dan Suparman dikenang sebagai siswa gadungan. Keduanya berteman baik sejak memasuki pagar halaman sekolah hingga kini, seperti saat Suparman bersama cangkulnya mensejajarkan langkah dengan Hasan yang mengenakan seragam guru. Mereka berjalan tanpa suara ke arah kaki bukit dimana letak ladang Suparman berada tepat dibelakang sekolah Hasan mengajar. Matahari menghantar mereka pada pilihan kehidupan yang  seharusnya tidak dijalani, namun hidup adalah perihal tentang pilihan. Keduanya sepakat melangkah bersama sedari jatuh hati pada Maimunah.

“Aku ingin mengunjungi Maimunah lagi”. Suparman menahan langkah Hasan yang ingin berbelok ke gerbang sekolah. “Datanglah selepas magrib, aku menunggumu”. Hasan memasuki gerbang sekolah tanpa memberi pandangnya pada Suparman, ia akan pulang cepat lagi hari ini, tidur siang, bangun petang dan kembali berdandan.




Postingan Populer