Hati Yang Luka

Petang setelah dibasahi hujan, aku mendapatimu berdiri di luar pintu masuk gedung pertemuan. Ingin ku peluk dirimu agar rindu yang bertumpuk segera terangkat dan tak membebani diriku lagi, namun hari yang tak berkabar memunculkan amarah sehingga aku melewatkan dirimu begitu saja.

Bang... - Sapamu
Bersegerah, waktu ashar akan beranjak sekian. - Sapaku

Kau mungkin ingin mendapatkan jawaban lain ketika kau menyapa setelah selesainya aku berwudhu. Aku sedang terburu mengejar waktu. Sudah lewat pukul lima sore dan aku baru mampu menyempatkan diri menunaikan kewajiban. Saat melewatimu aku tak menyadari kau mengikuti langkahku menuju mushola. Maaf untuk itu dan aku tidak harus mengucapkan maaf karena mendiamkanmu berdiri dihadapan pancuran air wudhu.

Bang apa kabarnya? - Tanyamu
..........
Tiba-tiba kepalaku mendadak kencang dan perutku terasa panas mendengar pertanyaan pendekmu. Aku memikirkan jawaban yang sekiranya pantas, mengingat sudah lewat dua minggu tak terdengar kabar darimu. Tak berpamitan, menghilang tanpa sebuah pesan.  Kemanakah kau pergi? Tak adakah aku dalam kehidupanmu?

Ba....ik. Baik, terlihat baik. - Jawabku

Sekalipun jawabnya kabarku baik. Kau tidak akan sungguh mendapatkan kabar aku baik-baik saja setelah kau abaikan diriku. Mengabaikan adalah cara yang paling mudah untuk meninggalkan seseorang dan kau memilihnya. Lantas apa yang tertinggal dari seseorang yang kau abaikan? setahuku jawabnya adalah luka, hal lainnya adalah kelak kau akan mengetahui bagaimana rasanya diabaikan.

Luka adalah bagaimana aku menghapus ingatan tentang dirimu, tidak secepat itu memang, kau yang selalu dipikiranku, kau yang tumbuh dalam hatiku, dan kau yang menjadi penting bagi hidupku. Luka karena pengabaiamu adalah sebuah kesia-siaan rasa dan waktuku, dan itu buatku nampak jadi manusia bodoh.

Ucapkanlah apa yang kau rasa. Seingatku aku pernah menyampaikan kalimat itu.
Cobalah kau putar waktumu sejenak, hari dimana kau datang dalam kesendirianku. 
Ingatlah caramu yang telah membuatku kembali berani mencintai, 
ingatlah bagaimana aku memberi waktuku tanpa tuntutan,  
ingatlah....  
Ah percuma saja aku mengingatkamu.
Sepertinya kau lupa karena memang aku tak cukup penting bagimu.

Sadar diri, aku ingat jika aku bukanlah siapa-siapa bagimu, aku hanyalah lelaki yang mencintai kekasih orang. Namun ingatlah bahwa kau harus punya keberanian, dengan siapapun kau mencintai, sampaikan jikalau kau tak lagi menginginkan keberadaannya. Janganlah lagi kau berbuat seperti kau mendiamkan aku, mengabaiku lalu pergi begitu saja. Jangan buat aku menerka-menerka bahwa pengabaianmu sebab cara mencintaiku yang salah.

Apa kabar?  Ajukanlah pertanyaan lain jika kelak kita kembali bertemu. Karna tak pernah ada kabar yang baik setelah seseorang ditinggalkan tanpa sebab.

Dibangku tempat memasang sepatu dan kau berada disampingku. Kau memaksakan tersenyum, Inginku adalah mencium bibirmu seperti malam-malam kita yang terlewatkan dulu namun kecewa membawa kaki-kakiku bersegera melangkah meninggalkanmu. 

Kau hanya diam disana dan aku mempercepat langkah. Aku tidak begitu paham akan ketulusan, namun mencintaimu adalah semampu yang ku bisa. Bagiku mencintai adalah keberanian dan sebuah harga, dan kau harus belajar bagaimana menghargai seseorang yang telah mencintaimu semampunya, maka beranilah.

Hati yang luka, 
aku melangkah pergi sejauh yang ku bisa,
.... darimu.

Postingan Populer