Bumi dan Langit


Jika ada pertanyaan siapa aku? Mereka pasti akan menggeleng-gelengkan kepala atau mengangkat alis sambil menaikan bahunya dan berlalu tanpa meninggalkan sesuatu. Dan kamu, saat orang bertanya siapa kamu? tentu dengan hanya menyebutkan namamu semua orang akan dengan mudah mendeskripsikan dirimu, jelas tahu siapa kamu dan anehnya semua akan diakhiri oleh ekspresi yang sama, tersenyum bangga. Iya aku dan kamu,  jarak perbandingannya sangat jauh, ini baru aku ketahui saat aku pernah mengenalmu, saat kita tidak bisa menerka jalan kehidupan, kapan kita dipertemukan dan kapan pula kita dipisahkan.

Di dalam perjalanan Tuhan mempertemukan kita dengan caraNya. Langit dan Bumi,  siapa sangka nama itu menjadi awal mula terciptakannya satu rasa yang sulit untuk dicerna. Sesulit menemukan alasan kenapa kamu hadir tanpa sebab. Menyapa, berdialog, melewati malam panjang dan meninggalkan kenangan.

Seingatku tidak ada seminggu setelah jumpa pertama. Bum, kamu sebut namaku dan bilang suka. Aku terdiam menelaah ucapanmu. Lalu cinta, kamu bilang cinta. Berdebar jantung mengartikan maksud kata cintamu, mangacaukan perasaan dan pikiran. Tuhan, aku tidak pernah jatuh cinta. Langit memerah malu senja berlalu, seraut senyum manis tergaris dari bibirku juga kamu dan kitapun pulang dengan senyuman.

Melewatkannya bersama. Tanpa disadari sudah terajut waktu saat denganmu. Rajutan cerita manis, manis karena kamu seorang penyenang yang piawai membuat senyuman, karenanya aku terhipnotis cintamu. Aku katakan Tuhan aku jatuh cinta. Kamu bilang kita harus terus beriringan, maka dari itu aku selalu dibelakangnmu bukan disampingmu padahal kita sepasang.

Mencintaimu adalah membuat luka manis. Betapa tidak, seorang biasa sepertiku terus disembunyikan dibalik punggung kekarmu. Aku kekasihmu, tidaklah kamu sadari jika aku adalah penyabar yang mendorongmu meraih impian. Penompang dari keperkasaanmu kini. Sayang aku tidak menuntut, aku hanya benci sorot mata mereka yang bilang aku tidak pantas. Siapa mereka berani mengukur diri seseorang hanya karena aku seorang pendiam.

Aku pendiam, diam mengikuti arah perjalanan yang kamu tunjuk. Sampai pada gelapnya ujung  jalan kamupun menghilang, tinggalkan aku sendiri yang tak tahu arah. Apa yang harus ku lakukan? Melangkah menyusulmu atau pulang, aku tidak punya pilihan. Diam menunggu dalam gelap, meraba rajutan.

Disana kamu sedang apa? Disini aku menunggumu.

Bahagiakah kamu saat ini? Bahagia aku menunggumu.

Ingatkah kamu akan aku? Ingat aku masih menunggumu.

Sayang.... Rindu ini mulai lelah.

Dua musim sudahlah berlalu, Tuhan selalu punya rahasia, kamu kembali tanpa dosa. Memelukku, membisikan cerita atas keberhasilanmu dalam meraih impian. Terdengar jelas kamu sangat bahagia melepaskan rangkaian kata membanggakan itu. Iya kepergianmu mengubah segala yang ada padamu namun tidak mengubah aku yang biasa saja. Aku makin tenggelam dibalik punggung kekarmu, jarak kita semakin jauh.

Cerita panjangmu belum juga usai sedang malam semakin larut. Aku ingin menyelah bicaramu, sayang tidak ada celah. Aku menunggu saja, menunggu kamu mengucapkan maaf atas kepergianmu tanpa sebab. Sampai kamu mengakhiri cerita dengan kecupan tidak juga ada kata maaf  itu.  Kamu malah mengeratkan pelukan, mendekatkan jalannya nafas, menyatukan dada bidangmu dengan hatiku yang penuh dengan tanya, menggenggam erat jemari, dan menghangatkan malam.

Merajut lagi cinta dulu, ini kesempatan kedua untukmu lagi denganku. Ah siapa aku berani berucap seperti itu. Kamupun tak peduli dengan hubungan ini, setelahnya kembali aku masih saja disembunyikan dibelakangmu tidak pernah kau taruh disampingmu.

Setahun merindu tidak cukup hanya dengan semalam bersama. Kamu semakin jauh melangkah, namamu semakin tinggi dan mengangkasa, Langit. Kamu pergi lagi tanpa ada ucapan, kembali menghilang untuk kedua kalinya atau mungkin untuk selamanya.

Jangan sesali. Jika masih cinta salinglah bepegang walau tidak bertatap mata, selagi ada rindu bersapalah meski itu jauh. Kita tidak tahu kapan akan benar-benar terpisah meski kenyataan kita sudah tidak lagi bersama.

Langit, Aku tidak sanggup menjadi biru atau putih sebersihmu. Aku tidak ingin menjadi mendung lagi, tidak ingin menjadi hujan, tidak ingin menjadi terik kemarau. Tidak ingin memaksa diri untuk ada bersamamu meski rindu tidak pernah berubah. Aku ingin diam seperti tanah, menjadi tanah.

Komentar

Postingan Populer