22 Di Ujung September


September, kembali Juni ditinggalkan tanpa sebab. Tanya kenapa kejadian setahun lalu terulang kembali. Di bulan kesembilan, Agustus kembali menghilang entah kemana. Pergi tanpa ada ucapan, tanpa meninggalkan sebuah pesan perpisahan. Harusnya ia tak usah kembali lagi waktu itu, harusnya ia membiarkan Juni meringis kesepian. Tapi kenapa ia menyapa lagi dan kenapa  lagi Juni menyahut sapaan itu, bodoh. Kembalinya Agustus hanya meninggalkan lagu untuk Juni, liriknya melankolis.  Dan Juni tidak akan mencari  jawaban atas pertanyaan yang sama seperti dulu, kenapa Agustus kembali pergi. 

Cukuplah kau nikmati peran sebagai perindu sejati saja. Cukup mengusik kehidupan Agustus. Berhenti menyalahkanku, aku September ceria, menyahut sensitif.

Masih tersisa tiga hari untuk mengakui kebenaran bahwa September itu ceria, Juni melangkah tanpa ekspresi, tanpa tujuan pasti. Tidak dapat menyalahkanmu, Juni juga sensitif. Ia hanya tak ingingkan hari yang tak bahagia. Hari dimana ia tak menemukan mendung di langit biru, hari ketika hujan menyirami malam. Dimana ia bisa terlelap sampai bau tanah basah mampu menguraikan mimpinya menjadi dunia pasti. Jadi biarkan Juni tetap jadi angka enam, menjadi penengah diantara yang lain. Menjadi peyeimbang untuk seluruh nafas yang memiliki cinta. Menjadi nilai standar dalam kehidupan. Sederhana. 

Oktober, saat Juni masih diberi nafas menemuimu, jadilah rumah disaat ia lelah. Berikan kedamaian disana. Buatkan kamar kaca untuk Juni bercermin, sesungguhnya ia adalah sosok yang hebat. Seorang yang mampu menaklukkan dunia dengan senyumnya, manis.

Komentar

Postingan Populer